Undang-Undang Dasar 1945
Dalam perkembangan dunia dan ilmu
pengetahuan dan teknologi memasuki abad 21, hukum di Indonesia mengalami
perubahan yang mendasar, hal ini adanya perubahan terhadap
Undang-Undang Dasar 1945, perubahan
(amandemen) dimaksud sampai empat kali, yang dimulai pada tanggal 19
Oktober 1999 mengamandemen 2 pasal, amandemen kedua pada tanggal 18 Agustus
2000 sejumlah 10 pasal, sedangkan amandemen ketiga pada tanggal 10 November
2001 sejumlah 10 pasal, dan amandemen keempat pada tanggal 10 Agustus 2002
sejumlah 10 pasal serta 3 pasal Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan 2 pasal,
apabila dilihat dari jumlah pasal pada Undang -Undang Dasar 1945 adalah
berjumlah 37 pasal, akan tetapi setelah diamandemen jumlah pasalnya melebihi 37
pasal, yaitu menjadi 39 pasal hal ini terjadi karena ada pasal-pasal yang
diamandemen ulang seperti pasal 6 A ayat 4, pasal 23 C.
1. Struktur Pemerintahan Indonesia
Berdasarkan UUD 1945
Demokrasi Indonesia merupakan sistem pemerintahan
dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga
rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-citanya.
Demokrasi di Indonesia sebagaiman tertuang
dalam UUD 1945 mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak juga mengakui
perbedaan serta keanekaragaman mengingat Indonesia adalah "
Bhineka Tunggal Ika ". Secara filosofi
bahwa Demokrasi Indonesia
mendasarkan pada rakyat.
Secara umum sistem pemerintahan yang
demokratis mengandung unsur-unsur penting yaitu :
a. Ketertiban warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan tertentu diantara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
warga negara.
d. Suatu sistem perwakilan.
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.
Dengan unsur -unsur diatas maka demokrasi
mengandung ciri yang merupakan patokan bahwa warga negara dalam hal tertentu
pembuatan keputusan-keputusan politik, baik secara langsung maupun tidak
langsung adanya keterlibatan atau partisipasi.
Oleh karena itu didalam kehidupan
kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, selalu menemukan adanya supra
struktur politik dan infra struktur politik sebagai pendukung tegaknya
demokrasi. Dengan menggunakan konsep
Montesquiue
maka supra struktur politik meliputi lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan
lembaga yudikatif. Di Indonesia dibawah
sistem UUD 1945 lembaga-lembaga negara
atau alat-alat perlengkapan
negara adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat
b. Dewan Perwakilan Rakyat
c. Presiden
d. Mahkamah Agung
e. Badan Pemeriksa Keuangan
Alat perlengkapan diatas juga dinyatakan
sebagai
Supra Struktur Politik. Adapun
Infra Struktur Politik
suatu negara terdiri lima
komponen sebagai berikut :
a. Partai Politik
b. Golongan Kepentingan
(Interest Group)
c. Golongan Penekan
(Preassure Group)
d. Alat Komunikasi Politik
(Mass Media)
e. Tokoh-tokoh Politik
2. Pembagian Kekuasaan
Bahwa kekuasaan tertinggi adalah
ditangan rakyat, dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah sebagai berikut :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat 1 UUD 1945)
b. Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD
(pasal 5 ayat 1, pasal 19 dan pasal 22 C UUD 1945).
c. Kekuasaan Yudikatif,
didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasal 24 ayat 1 UUD 1945)
d. Kekuasaan Inspektif atau pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pengawas Keuangan (BPK) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hal ini dimuat pada pasal 20 A
ayat 1.
e. Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada kekuasaan Konsultatif, sebelum
UUD diamandemen kekuasaan tersebut dipegang oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945,
dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara, namun tujuh kunci
pokok tersebut mengalami suatu perubahan. Oleh karena itu sebagai Studi
Komparatif sistem pemerintahan Negara menurut UUD 1945 mengalami perubahan.
a. Indonesia ialah negara yang berdasarkan
atas hukum (
Rechtstaat ).
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (
Rechtstaat ), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (
Machtstaat),
mengandung arti bahwa negara, termasuk
didalamnya pemerintahan dan lembaga - lembaga negara lainnya dalam melaksanakan
tindakan apapun.
b. Sistem Konstitusi
Pemerintah berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak
terbatas).
Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara
pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan - ketentuan konstitusi dan
juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional.
c. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi
disamping MPR dan DPR.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002,
Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan DPR, karena
Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6 A ayat 1, jadi menurut
UUD 1945 ini Preiden tidak lagi merupakan
mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat.
d. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR.
e. Menteri Negara ialah pembantu Presiden,
Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan
tugas dibantu oleh menteri-menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
f.
Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak
Terbatas, meskipun Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, ia bukan "
Diktator"
artinya kekuasaan tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak lagi
merupakan mandataris MPR, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau
MPR.
g. Negara Indonesia
adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan
kekuasaan.
Ciri-ciri suatu negara hukum adalah :
a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain
dan tidak memihak.
c. Jaminan kepastian hukum.
d. Kekuasaan Pemerintahan Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945,
Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut sistem pemerintahan negara
berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh
rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan Presiden
tidak lagi berada dibawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden
dalam melaksanakan tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan
Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses
Impeachment agar bersifat adil dan obyektif harus
diselesaikan melalui Mahkamah
Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum, maka MPR harus
segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah anggota dan 2/3 dari
jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.
e. Pemerintahan Daerah, diatur oleh pasal 18 UUD 1945
Pasal 18 ayat 1 menjelaskan bahwa Negara
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pasal 18 ayat 2
mengatur otonomi pemerintahan daerah, ayat tersebut menyatakan bahwa
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, atau pengertian
otonomi sama artinya mengatur rumah tangga sendiri.
f.
Pemilihan Umum
Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara
eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 1.
Untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden pasal 22 E
ayat 2.
Dalam pemilu tersebut landasan yang
dipergunakan adalah Undang-Undang UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu.
g. Wilayah Negara
Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002
memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan Undang - Undang.
h. Hak Asasi Manusia Menurut UUD 1945
Hak asasi manusia tidaklah lahir mendadak
sebagaimana kita lihat dalam "
Universal
Declaration of Human Right" pada tanggal 10 Desember 1948 yang
ditanda-tangani oleh PBB. Hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan
dengan filosofis manusia yang melatarbelakangi.
Bangsa Indonesia didalam hak asasi manusia
terlihat lebih dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : "kemerdekaan adalah hak segala bangsa".
Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : "Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak memepertahankan hidup dan kehidupannya ".
Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur
tentang hak asasi manusia didalam UUD 1945.
B. Memahami Sistem Ketatanegaraan RI Berdasarkan
Pancasila Dan UUD 1945
Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia,
selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga
mengakui hukum dasar yang tidak
tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan tidak
hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah-kaidah hukum ketatanegaraan terdapat
juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU,
Perpu, dan sebagainya.
Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud
dalam UUD 1945 adalah
Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan
hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
negara.
Meminjam rumusan (dalam teori) mengenai
Konvensi dari
AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana
seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan "
Discretionary Powers ".
Dicretionary
Powers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak
bertindak yang semata-mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari
pemegang kekuasaan itu sendiri.
Hal diatas yang mula-mula mengemukakan
yaitu Dicey dikalangan sarjana di Inggris pendapat tersebut dapat diterima,
lebih lanjut beliau memperinci konvensi ketatanegaraan merupakan hal-hal
sebagai berikut :
a. Konvensi adalah bagian dari kaidah ketatanegaraan (konstitusi) yang
tumbuh, diikuti dan ditaati dalam praktek penyelenggaraan negara.
b. Konvensi sebagai bagian dari
konstitusi tidak dapat dipaksakan oleh
(melalui) pengadilan.
c. Konvensi ditaati semata-mata didorong oleh tuntutan etika, akhlak atau
politik dalam penyelenggaraan negara.
d. Konvensi adalah ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana seharusnya
(sebaliknya)
discretionary powers
dilaksanakan.
Menyinggung ketatanegaraan adalah tak
terlepas dari organisasi negara, disini muncul pertanyaan yaitu : apakah negara
itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita pinjam "
Teori Kekelompokan
" yang dikemukakan oleh ;
Prof. Mr. R. Kranenburg adalah sebagai berikut
:
"
Negara
itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh
sekelompok manusia yang disebut bangsa dengan tujuan untuk menyelenggarakan
kepentingan mereka bersama "
Maka disini yang primer adalah kelompok
manusianya, sedangkan organisasinya, yaitu negara bersifat sekunder.
Tentang
negara muncul adanya bentuk negara dan sistem pemerintahan, keberadaan
bentuk negara menurut pengertian ilmu negara dibagi menjadi dua yaitu :
Monarchie dan
Republik, jika
seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk
negara disebut
Monarchie dan kepala
negaranya disebut Raja atau Ratu. Jika kepala negara dipilih untuk masa jabatan
yang ditentukan, bentuk negaranya disebut Republik dan kepala negaranya adalah
Presiden.
Bentuk negara menurut UUD 1945 baik dalam
Pembukaan dan Batang Tumbuh dapat diketahui pada pasal 1 ayat 1, tidak menunjukkan adanya persamaan pengertian
dalam menggunakan istilah bentuk
negara ( lihat alinea ke 4 ), "......... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, .........dst. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk Republik ".
Dalam sistem ketatanegaraan dapat diketahui
melalui kebiasaan ketatanegaraan (
convention),
hal ini mengacu pengertian Konstitusi, Konstitusi mengandung dua hal yaitu :
Konstitusi
tertulis dan
Konstitusi tidak tertulis, menyangkut konstitusi
sekelumit disampaikan tentang sumber hukum melalui ilmu hukum yang membedakan
dalam arti materiil dan sumber hukum dalam arti formal. Sumber hukum dalam arti
materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi dan substansi hukum
sedangkan sumber hukum dalam arti
formal adalah hukum yang dikenal dari
bentuknya, karena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, contoh dari
hukum formal adalah Undang-Undang dalam arti luas, hukum adat, hukum kebiasaan,
dan lain-lain.
Konvensi atau
hukum kebiasaan ketatanegaraan adalah hukum yang tumbuh dalam praktek
penyelenggaraan negara, untuk melengkapi, menyempurnakan, menghidupkan mendinamisasi
kaidah-kaidah hukum perundang-undangan. Konvensi di Negara Republik Indonesia
diakui merupakan salah satu sumber hukum
tata negara.
Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 terdiri
dari 2 kelompok yaitu : Pembukaan, Batang Tumbuh yang memuat pasal-pasal, dan
terdiri 16 bab, 37 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan aturan tambahan 2 pasal.
Mengenai kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi,
Pancasila merupakan segala sumber hukum. Dilihat dari tata urutan peraturan
perundang-undangan menurut TAP MPR No. III/MPR/ 2000, tentang Sumber Hukum dan
Tata Urutan peraturan perundang-undangan.
TAP MPR NO XX/MPRS/1966
|
TAP MPR NO. III/MPR/2000
|
Tata
Urutannya sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. Undang-Undang /
Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4. Peraturan
Pemerintah
5. Keputusan
Presiden
6. Peraturan Pelaksanaan lainnya seperti
- Peraturan Menteri
- Instruksi Menteri
-
|
Tata Urutannya sebagai berikut :
1. UUD 1945
2. TAP MPR
RI
3. Undang -
Undang
4. Peraturan Pemerintah Peng ganti Undang-Undang
(Perpu)
5. Peraturan
Pemerintah
6. Keputusan
Presiden
7. Peraturan
Daerah
|
Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singkat
namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia,
untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi
instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk menyelenggarakan
pemerintahan negara dan mewujudkan kesejahteraan sosial
b. Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah
yakni Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.
c. Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah
dalam praktek pelaksanaan.
d. Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang
dinyatakan dalam UUD 1945, secara
kontekstual, aktual dan konsisten
dapat dipergunakan untuk menjelaskan ungkapan "Pancasila merupakan ideologi
terbuka " serta membuatnya operasional.
e. Dapat kini ungkapan "Pancasila merupakan ideologi terbuka"
dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai.
Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan
pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pikiran atau ciri
khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dsb).
Fungsi dari Undang-Undang Dasar merupakan
suatu alat untuk menguji peraturan perundang-undangan dibawahnya apakah
bertentangan dengan UUD disamping juga merupakan sebagai fungsi pengawasan.
Makna Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber
dari motivasi dan aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia yang merupakan sumber
dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam lingkungan
nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Pembukaan yang
telah dirumuskan secara padat dan hikmat dalam 4 alinea itu, setiap alinea dan
kata - katanya mengandung arti dan makna yang sangat mendalam, mempunyai nilai-nilai
yang dijunjung oleh bangsa-bangsa beradab, kemudian didalam pembukaan tersebut
dirumuskan menjadi 4 alinea.
Pokok - pokok pikiran ; alinea pertama
berbunyi "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan perikeadilan ".
Makna yang terkandung dalam alinea pertama
ini ialah :
1. Adanya keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia membela kemerdekaan
melawan penjajah.
2. Tekad bangsa Indonesia
untuk merdeka dan tekad untuk tetap berdiri dibarisan yang paling depan untuk
menentang dan menghapus penjajahan diatas dunia.
3. Pengungkapan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai
dengan perkemanusiaan dan perikeadilan; penjajah harus ditentang dan
dihapuskan.
4. Menegaskan kepada bangsa/pemerintah Indonesia untuk senantiasa berjuang
melawan setiap bentuk penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap bangsa.
Alinea kedua berbunyi : "Dan
perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan
Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, makna yang
terkandung disini adalah :
1. Bahwa kemerdekaan yang merupakan hak segala bangsa itu bagi bangsa Indonesia, dicapai dengan perjuangan pergerakkan
bangsa Indonesia.
2. Bahwa perjuangan pergerakan tersebut telah sampai pada tingkat yang
menentukan, sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan
kemerdekaan.
3. Bahwa kemerdekaan bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi
dengan mewujudkan Negara Indonesia
yang bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang tidak lain adalah
merupakan cita-cita bangsa Indonesia
(cita-cita nasional).
Alinea ke tiga berbunyi : "Atas
berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya ". Hal ini mengandung makna adanya :
1. Motivasi spiritual yang luhur bahwa kemerdekaan kita adalah berkat ridho
Tuhan.
2. Keinginan yang didambakan oleh segenap bangsa Imdonesia terhadap suatu
kehidupan didunia dan akhirat.
3. Pengukuhan dari proklamasi kemerdekaan.
Alinea ke-empat berbunyi : "Kemudian
daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamian abadi, keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang
- Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar
kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia ".
Alinea ke empat ini sekaligus
mengandung :
1. Fungsi sekaligus tujuan Negara Indonesia yaitu :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan
d. Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
2. Susunan / bentuk Negara adalah Republik
3. Sistem pemerintahan Negara adalah Kedaulatan Rakyat
4. Dasar Negara adalah Pancasila, sebagaimana seperti dalam sila-sila yang
terkandung didalamnya.
Dari uraian diatas maka, sementara dapat disimpulkan
bahwa sungguh tepat apa yang telah dirumuskan didalam Pembukaan UUD 1945 yaitu
: Pancasila merupakan landasan ideal bagi terbentuknya masyarakat adil dan
makmur material dan spiritual didalam Negara Republik Indonesia yang bersatu dan
demokratif.
Sebelum menjelaskan mengenai sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 disampaikan terlebih dahulu mengenai
struktur ketatanegaraan pada umumnya. Istilah struktur ketatanegaraan disini
adalah terjemahan dari istilah Inggris "
The
Structure of Government ". Pada umumnya struktur ketatanegaraan suatu
negara meliputi dua suasana, yaitu :
supra struktur politik dan infra
struktur politik, yang dimaksud dengan
supra struktur politik disini
adalah segala sesuatu yang bersangkutan dengan apa yang disebut alat- alat
perlengkapan negara termasuk segala hal yang berhubungan dengannya. Hal-hal
yang termasuk dalam supra struktur politik ini adalah ; mengenai kedudukannya,
kekuasaan dan wewenangnya, tugasnya, pembentukannya, serta hubungan antara
alat-alat perlengkapan itu satu sama lain. Adapun
infra struktur politik
meliputi lima
macam komponen, yaitu : komponen Partai Politik; Komponen golongan kepentingan,
Komponen alat komunikasi politik, Komponen golongan penekan, Komponen tokoh
politik.
Praktek ketatanegaraan Negara
Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dapat diuraikan mengenai pendapat-pendapat
secara umum yang berpengaruh (dominan) berpendapat, UUD 1945 dan Pancasila harus dilestarikan, upaya pelestarian
ditempuh dengan cara antara lain tidak memperkenankan UUD 1945 diubah. Secara
hukum upaya tersebut diatur sebagai berikut :
1. MPR menyatakan secara resmi tidak akan mengubah UUD 1945 seperti
tercantum dalam TAP MPR No. I/MPR/1983, pasal 104 berbunyi sebagai berikut
"Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945 tidak berkehendak dan tidak
akan melakukan perubahan terhadap serta akan melaksanakannya secara murni dan
konsekuen ".
2. Diperkenalkannya
"referendum" dalam sistem ketatanegaraan RI.
Kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945 harus terlebih dahulu disetujui dalam
sebuah referendum sebelum kehendak itu menjelma menjadi perubahan UUD.
Referendum secara formal mengatur tentang tata cara perubahan UUD 1945 secara
nyata, lembaga ini justru bertujuan untuk mempersempit kemungkinan mengubah UUD
1945 hal ini dapat diketahui pada bunyi konsideran" TAP MPR No. IV/MPR/1983
huruf e yang berbunyi "Bahwa dalam rangka makin menumbuhkan kehidupan demokrasi
Pancasila dan keinginan untuk meninjau ketentuan pengangkatan 1/3 jumlah
anggota MPR perlu ditemukan jalan konstitusional agar pasal 37 UUD 1945 tidak
mudah digunakan untuk merubah UUD 1945 ".
Kata "melestarikan"
dan "mempertahankan" UUD 1945 secara formal adalah dengan tidak mengubah
kaidah-kaidah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 diakui bahwa UUD 1945
seperti yang terdapat didalam penjelasan adalah sebagai berikut :
"Memang sifat aturan itu mengikat oleh karena itu makin "supel " (
elastic) sifatnya aturan itu makin baik.
Jadi kita harus menjaga supaya sistem UUD jangan sampai ketinggalan jaman ".
Dari uraian diatas dapat diketahui
adanya dua prinsip yang berbeda yaitu : yang pertama berkeinginan mempertahankan,
sedangkan prinsip yang kedua menyatakan UUD jangan sampai ketinggalan jaman,
yang artinya adanya "perubahan", mengikuti perkembangan jaman dalam hal ini
perlu dicari jalan keluar untuk memperjelas atau kepastian hukum dalam
ketatanegaraan. Jalan keluar salah satu diantaranya bentuk ketentuan yang
mengatur cara melaksanakan UUD 1945 adalah
konvensi. Konvensi
merupakan
condition sine quanon (keadaan sesungguhnya) untuk melaksanakan UUD
1945. Untuk melestarikan atau mempertahankan UUD 1945 yaitu agar UUD 1945 mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman sedangkan larangan mengubah UUD 1945
dapat dilihat sebagai aspek statis (
mandeg)
dari upaya mempertahankan atau melestarikan UUD 1945.
Selain alasan-alasan diatas
kehadiran konvensi dalam sistem ketatanegaraan RI, didorong pula oleh :
1. Konvensi merupakan sub sistem konstitusi yang selalu ada di setiap
negara.
2. Republik Indonesia
adalah negara yang berkedaulatan rakyat. Konvensi merupakan salah satu sarana
untuk menjamin pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Didalam memperjelas mengenai
ketatanegaraan di Indonesia
pada UUD 1945 sebelum amandemen dapat dilihat pada bagan lampiran tersendiri.
Dan setelah UUD 1945 dilakukan amandemen yang pertama disahkan pada tanggal 19
Oktober 1999, kedua pada tanggal 18 Agustus 2000, ketiga pada tanggal 9
November 2001 dan keempat pada tanggal 10 Agustus 2002 dari perubahan atau
amandemen UUD 1945 tampak terlihat adanya perubahan struktur ketatanegaraan RI
yang selanjutnya didalam struktur setelah amandemen adanya lembaga baru yaitu
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini diatur kedalam UUD 1945 yang diamandemen pasal 7B ayat 1 - 5 yang intinya adalah
menyangkut jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dan apablia melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dll
harus diajukan terlebih dahulu ke Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili
dan memutuskan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR kepada penyalahgunaan
Presiden/Wakil Presiden. Dalam hal ini DPR mengajukannya masalahnya ke Mahkamah
Konstitusi selanjutnya diserahkan kepada MPR untuk diambil langkah-langkah
selanjutnya dalam sidang istimewa.
Hubungan negara dan warga negara
serta HAM menurut UUD 1945 dilihat dari sejarah bangsa Indonesia tentang
kewarganegaraan pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai mana pasal 26 ayat 1
menentukan bahwa "Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai
warga negara", sedangkan ayat 2
menyebutkan bahwa "Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
Undang- Undang". Mengacu pada pembahasan oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, masalah hak asasi manusia Indonesia menjadi
perdebatan sengit, ada yang mengusulkan agar hak asasi manusia dimasukkan
kedalam ide tetapi ada juga yang menolaknya. Pada akhirnya antara pro dan
kontra tentang hak asasi manusia dimasukkan dalam UUD dilengkapi suatu kesepakatan
yaitu masuk kedalam pasal-pasal : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34. Yang
dimaksud kewajiban asasi adalah kewajiban setiap pribadi untuk berbuat agar
eksistensi negara atau masyarakat dapat dipertahankan, sebaliknya negara
memiliki kemampuan menjamin hak asasi warga negaranya. Mengenai hak asasi
manusia merupakan hak yang melekat pada diri manusia itu sejak lahir terlihat
dari uraian diatas mengenai hubungan antar negara dan warga negara masing-masing
memiliki hak dan kewajiban.
Tahapan amandemen pasal - pasal UUD 1945
Pertama
(
19-10-1999 )
|
Kedua
(
18-08-2000 )
|
Ketiga
(
10-11-2001 )
|
KEEMPAT
(
10-08-2002 )
|
Psl. 5 ayat 1
|
Psl. 18
|
Psl. 1 ayat 2 dan 3
|
Psl. 2 ayat 1
|
Psl. 7
|
Psl. 18 A
|
Psl. 3 ayat 1, ayat 3, ayat 4
|
Psl. 6 A ayat 4
|
Psl. 9
|
Psl. 18 B
|
Psl. 6 ayat 1 dan ayat 2
|
Psl. 8 ayat 3
|
Psl. 13 ayat 2, 3
|
Psl. 19
|
Psl. 6 A ayat 1, 2, 3, dan 5
|
Psl. 23 B
|
Psl. 14
|
Psl. 20 ayat 5
|
Psl. 7 A
|
Psl. 23 D
|
Psl. 15
|
Psl. 20 A
|
Psl. 7Bayat 1,2,3,4,5,6,dan 7
|
Psl. 24 ayat 3
|
Psl. 17 ayat 2
|
Psl. 22 A
|
Psl. 7 C
|
Psl. 31 ayat 1,2,3,4, dan 5
|
Psl. 17 ayat 3
|
Psl. 22 B
|
Psl. 8 ayat 1 dan 2
|
Psl. 32 ayat 1 dan 2
|
Psl. 20
|
Bab IX A Psl. 25 E
|
Psl. 11 ayat 2 dan 3
|
Psl. 33 ayat 4 dan 5
|
Psl. 21
|
Bab X Psl. 26 ayat 2 dan 3
|
Psl. 17 ayat 4
|
Psl. 34 ayat 1,2,3, dan 4
|
|
Psl. 27 ayat 3
|
Bab VII A Psl. 22 C ayat 1,2,3 dan 4
|
Psl. 37 ayat 1,2,3,4, dan 5
|
|
Bab X a psl. 28 A,
28 B, 28 C, 28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J
|
Psl. 22 D ayat 1, 2, 3, dan 4
Psl. 22 E ayat 1, 2, dan 3
|
Aturan Peralihan
Pasal I, II, dan III
|
|
Bab XII Psl. 30
|
Psl. 23 ayat 1, 2, dan 3
|
Aturan Tambahan Pasal I dan II
|
|
Bab XV Psl. 36 A
|
Psl. 23 A
|
|
|
Bab XV Psl. 36 B, 26 C
|
Psl. 23 C
|
|
|
|
Bab VII A Psl. 23 B ayat 1, 2, dan 3
|
|
|
|
Psl. 23 F ayat 1 dan 2
|
|
|
|
Psl. 23 G ayat 1 dan 2
|
|
|
|
Psl. 24 ayat 1 dan 2
|
|
|
|
Psl. 24 ayat 1,2,3,4, dan 5
|
|
|
|
Psl. 24 B ayat 1,2,3, dan 4
|
|
|
|
Psl. 24 B ayat 1,2,3,4,5, dan 6
|
|
C.
MEMAHAMI DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945
Setelah ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dalam
pelaksanaannya, Undang-Undang Dasar 1945 mengalami masa berlaku dalam dua kurun
waktu yaitu :
1.
Kurun pertama sejak tanggal 18 Agustus 1945
sampai dengan tanggal 27 Desember 1949.
2.
Kurun waktu kedua sejak tanggal 5
Juli 1959 (Dekrit Presiden) sampai sekarang dan ini terbagi lagi menjadi ketiga
masa yaitu : Orde Lama, Orde Baru dan masa Reformasi.
Sedangkan antara akhir tahun 1949
sampai dengan tahun 1959 berlaku Konstitusi RIS dan UUDS 1945. Dalam kurun
waktu pertama tersebut sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 belum dapat
berjalan sebagaimana mestinya, karena pada masa tersebut seluruh potensi bangsa
dan negara sedang tercurahkan kepada upaya untuk membela dan mempertahankan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
dimana kondisi pemerintah sedang diwarnai gejolak politik dan keamanan. Gejolak
tersebut diantaranya terjadi pemberontakan dimana- mana, dan terjadi agresi
Belanda kedua.
Pada pelaksanaan UUD 1945 kurun
waktu diatas mengenai kelembagaan negara seperti yang ditentukan dalam UUD 1945
belum dapat dibentuk sebagaimana mestinya, sehingga sistem pemerintahanya belum
dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam kurun waktu ini sempat diangkat anggota
Dewan Pertimbangan Agung Sementara sedangkan MPR dan DPR belum dapat dibentuk
sesuai dengan ketentuan pasal IV aturan peralihan, sebelum MPR, DPR, dan DPA
dibentuk segala kekuasaanya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite
Nasional. Berdasarkan ketentuan tersebut Presiden mempunyai kekuasaan yang
sangat besar.
Penyimpangan konstitusional yang
sangat prisipil yang terjadi dalam kurun waktu ini adalah perubahan Sistem
Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer. Atas usul Badan Pekerja Komite
Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945 kemudian disetujui
Presiden diumumkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 isinya mengenai
sistem Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Parlementer. Sejak saat ini
kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri sebagai pimpinan kabinet.
Perdana Menteri dan para menteri baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
bertanggung jawab kepada BPKNIP yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan demikian maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 jelas merupakan
penyimpangan dari ketentuan UUD 1945. Penyimpangan ini sangat mempengaruhi
stabilitas politik maupun pemerintahan, dalam kondisi seperti ini kemudian
berdiri Negara RIS, dimana Negara Indonesia merupakan bagian dari Negara RIS
tersebut, secara de facto Negara RI memiliki kekuasaan hanya sebagian pulau
Jawa dan Sumatera, pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Negara federal RIS tidak bertahan
lama mulai tanggal 17 Agustus 1950 susunan negara federal RIS berubah menjadi
susunan Negara Kesatuan RI. Tetapi menggunakan Undang-Undang Dasar
yang lain yaitu menggunakan UUD Sementara 1950, menurut UUDS sistem pemerintahan yang dianut adalah
parlementer bukan sistem pemerintahan Presidensial, pertanggungjawaban para
menteri itu juga kepada parlemen yaitu DPR. Kedudukan Presiden tidak dapat
diganggu gugat. Landasan pemikiran sistem pemerintahan itu didasarkan kepada
Demokrasi Liberal yang dianut oleh negara-negara barat sedangkan sistem
Presidensial berpijak pada landasan Demokrasi Pancasila yang berintikan
kerakyatan dan Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
UUD 1945 merupakan hukum dasar
terpilih yang bersifat mengikat bagi
pemerintah, lembaga negara, lembaga masyarakat dan setiap warga negra
Indonesia, sehingga semua produk hukum seperti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, serta kebijaksanaan Pemerintah harus selalu berdasarkan dan
bersumber kepada norma, aturan dan ketentuan yang diberlakukan oleh UUD 1945
disamping hukum dasar yang tertulis terdapat juga hukum dasar yang tidak
tertulis, yaitu aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara yang disebut Konvensi, dimana dalam pelaksannanya tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945.
Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden
tanggal 5 Juli 1959, yang disebabkan oleh tidak terjaminnya stabilitas politik,
keamanan maupun ekonomi, Konstituante (hasil Pemilu 1955) yang mempunyai tugas
untuk membuat UUD pengganti UUDS 1950 gagal menyusun dan menetapkan Undang-Undang
Dasar. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengandung beberapa diktum yang sangat
penting, yaitu :
a. Menetapkan pembubaran konstituante.
b. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi.
c. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan
Rakyat ditambah utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan serta DPA
sementara akan diselenggarakan sidang sesingkat - singkatnya.
Masa antara tahun 1959 sampai 1965
(Orde Lama) lembaga- lembaga negara belum dibentuk seperti ; MPR, DPR, DPA, dan
Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana yang ditentukan oleh UUD 1945. Lembaga-lembaga
tersebut diatas sifatnya masih sementara dan fungsinya lembaga-lembaga tersebut
juga masih belum sesuai dengan UUD 1945 misalnya:
1. Presiden telah mengeluarkan produk-produk legislatif yang mestinya
berbentuk Undang-Undang (dengan persetujuan DPR) dalam bentuk penetapan
Presiden tanpa persetujuan DPR.
2. MPRS melalui ketetapan MPR No. II/MPR/1963 mengangkat Presiden Soekarno
seumur hidup disini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan masa jabatan
Presiden 5 tahun dan sesudahnya dipilih kembali.
3. Hak budjet DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan RUU
APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan pada tahun 1960, karena DPR
tidak menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah maka, Presiden lalu
membubarkan DPR.
4. Kekuasaan peradilan menjadi tidak bebas campur tangan pemerintah hal ini
terlihat dalam Undang-Undang No. 19 tahun 1964 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman dimana pasal 19 menyatakan bahwa Presiden dapat turun
atau campur tangan dalam soal-soal peradilan.
Beberapa akibat kasus penyimpangan
UUD 1945 tersebut membawa buruknya keadaan politik dan keamanan serta
kemerosotan dibidang ekonomi. Keadaan demikian mencapai puncaknya pada
pemberontakan G 30 S PKI yang gagal pada tahun 1965.
Kurun waktu Orde Baru tahun 1966
sampai 1998 yang mempunyai tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Karena telah terbukti bahwa pemberontakan G 30 S yang
didalangi oleh PKI maka rakyat menghendaki dan menuntut PKI dibubarkan. Namun
pada waktu itu pimpinan negara tidak mau memenuhi tuntutan rakyat sehingga
timbul "situasi konflik "antara rakyat satu pihak dan Presiden dilain pihak.
Keadaan dibidang politik, ekonomi, dan keamanan semakin tidak terkendali, oleh
karena itu rakyat dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa menyampaikan tuntutannya
yaitu Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) yaitu :
1.
Bubarkan PKI.
2.
Bersihkan kabinet dari unsur-unsur
PKI.
3.
Turunkan harga-harga / perbaikan
ekonomi.
Gerakan TRITURA semakin meningkat
sehingga Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kepada Letnan
Jenderal TNI Soeharto, dengan lahirnya SUPERSEMAR oleh rakyat dianggap sebagai
lahirnya Orde Baru.
Dengan berlandaskan pada Surat
Perintah 11 Maret 1966, pengemban SUPERSEMAR pada tanggal 12 Maret 1966
membubarkan PKI dan ormas-ormasnya jadi dengan demikian tanggal 19 Maret 1966
dinyatakan sebagai titik awal Orde baru. Dalam masa ini telah dapat berhasil
melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 dalam hal pembentukan lembaga-lembaga
Negara dan lain-lain, namun perkembangan lebih lanjut Orde Baru didalam
melaksanakan kekuasaan negara/pemerintah, sejalan dengan proses yang dihadapi ternyata
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang terlihat kepada pelaksanaan kekuasaan
pemerintah mengarah otoriter. Dari pemerintah otoriter ini muncul terjadinya
konflik horisontal maupun vertikal yang diakhiri oleh lengsernya Presiden
Soeharto tanggal 21 Mei 1998, kemudian beralih kepada Pemerintah beraliran
Reformasi.
UUD 1945 pada masa era globalisasi
yang ditandai oleh reformasi berawal dari ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999
tentang GBHN kemudian disusul oleh Tap-Tap MPR yang lain. Dari segi
pengembangan hukum terlihat pada Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber hukum
dan tata urutan peraturan perundangan.
Sejak adanya perubahan / amandemen
UUD 1945 yang pertama tersirat materi muatan konstitusi hanya diatur dalam UUD
1945 kemudian amandemen tersebut sampai perubahan keempat, secara lengkap
proses amandemen pasal-pasal dimaksud dapat diperhatikan pada lampiran. Didalam
era reformasi ini Pancasila tetap dipertahankan sebagai Dasar Negara dan Pancasila
sebagai idiologi nasional yang merupakan cita-cita dari tujuan negara. Didalam
pengembangan lebih lanjut bahwa Pancasila sebagai paradigma yaitu merupakan
pola pikir atau kerangka berpikir, disini menunjukkan bahwa pembukaan UUD 1945
memiliki peranan penting yang menjadi satu kesatuan bersama UUD 1945.
Menyangkut perubahan/amandemen UUD 1945 dimaksud diantaranya adalah untuk
menghadapi perkembangan yang begitu cepat terjadi didunia ini.
sumber :
Diktat Kuliah Pendidikan Pancasila, Univ.Gunadarma, Jakarta 2007